Instagram Posts

Showing posts with label Aqessa Aninda. Show all posts
Showing posts with label Aqessa Aninda. Show all posts

Tuesday, September 19, 2017

[REVIEW] Satu Ruang by Aqessa Aninda

September 19, 2017 0 Comments
[BOOK INFO]
Judul: Satu Ruang
Pengarang: Aqessa Aninda

Penerbit: Elex Media Komputindo
Genre: City Lite

Tebal: 448
Periode baca: 11 - 15 Agustus 2017
Ratings: 🌟🌟🌟
🌟
[BLURB]
Kinan mungkin sedikit berbeda dengan tipe perempuan kesukaan Satrya. Gadis itu terlalu lembut, terlihat rapuh, dan sedikit tertutup. Mata kenarinya yang senantiasa menghipnotis sering kali dirundung awan kelabu.


Sementara Sabrina mengingatkan Satrya pada sebuah sosok dari masa lalu. Gadis itu penuh semangat, humoris, dan baik hati. Matanya begitu hidup setiap kali ia menceritakan hal yang ia sukai.


Dengan Kinan, Satrya seperti bercermin. Dengan Sabrina, rasanya hari-harinya menjadi lebih cerah.


Ini adalah bagian pertama dari kisah klasik antara 4 orang yang saling mencari, ada 3 pintu yang terketuk, 2 orang yang kehilangan dan terjebak dengan bayangan masa lalu, serta 1 pertanyaan tentang berbagi ruang.


"Kalau memang benar perasaan ini namanya sayang, kenapa menyayangimu rasanya begitu menyesakkan?"


[REVIEW]
"Cinta memang bisa bikin orang menjadi setengah gila." (hal viii)

[Satrya]
"Terbukti, dia juga pasrah waktu Athaya akhirnya memilih Ghilman, waktu Alisha tetap memutuskan untuk menikah dengan Ardhi." (hal 3)

[Kinan]
"Prana, pria yang bau tembakaunya sama dengan bau tembakau yang kamu isap itu mendengarkan ceritaku sebaik kamu." (hal 15)

Kisah ini diawali pertemuan Satrya dan Kinan di Hong Kong (my favorite city in the world!). Satrya jadi nanny keponakannya dan Kinan sedang business trip. Dunia kecil, 'kan? Jauh-jauh ke Hong Kong nemu juga orang Indonesia dan kebetulan saling menarik satu sama lain.


Kinan meninggalkan kesan seperti salah satu Disney Princess di benak Satrya. Sementara Satrya seolah membangkitkan kenangan akan Prana dalam diri Kinan.


"Prana, nggak apa-apa kan kalau Kinan juga ingin menghabiskan waktu dengan Mas Satrya?" (hal 118)

Nah, Kinan di sini sudah mulai merasa sesuatu ke Satrya, tapi di sisi lain, dia juga masih mencintai Prana dengan segenap hatinya.

Udah mulai kerasa nano-nano di cerita ini. Tips receh geng koplak temen-temennya Satrya bikin ngikik di tempat umum. Sampai kisah Kinan yang bikin dada sedikit sesak.

Kira-kira gimana ya perkembangan hubungan mereka? Apa mereka menuruti saran Ine untuk saling mengobati satu sama lain? Kinan karena Prana dan Satrya karena Alisha.


"Tapi, kalo lo rasa dia yang terbaik, perjuangin. Kalo nggak, ya relain aja."

Bener banget nasihat kakaknya Satrya.


Gegara curhatan tentang masa lalu masing-masing, hubungan Satrya dan Kinan menjauh. Kan bikin baper! Satrya merasa tidak sanggup bersaing dengan bayangan masa lalu Kinan, sementara Kinan takut menyakiti Satrya. Katanya, udah cukup Satrya disakiti dua kali. Eeaaa, kenapa nggak ikutin kata Ine aja sih untuk saling menyembuhkan? Yep, pembaca gemes!

Belom kelar itu urusannya, muncul sosok Sabrina ke dalam hidup Satrya. Jujur ya, aku sebagai pembaca udah hopeless sama Satrya ini. Terserah deh dia mau sama yang mana, Kinan atau Sabrina. Asal jangan muter-muter di masalah masa lalu aja, Mas. Nanti aku ikutan gagal move on nih!
 


"Lagi pula, hubungan persahabatan antara laki-laki dan perempuan memang udah rusak sejak salah satunya menyimpan perasaan lebih."
(hal 248)

Saat ini, ketika Kinan menjauhkan diri dari Satrya, hari-hari Satrya diwarnai oleh keceriaan Sabrina. Meski juga punya masa lalu yang sedikit gagal move on, Sabrina bisa mendidik dirinya untuk lebih tegas dalam bersikap, tidak terkurung masa lalu. Tapi dalam hatinya, siapa yang tahu.

Kepengen banget bilang sama mereka berdua, "Woi, yang kalian lakuin sekarang itu kayak mengulang masa lalu! Astaga!" Aku gemes sendiri. Ha ha ha!


"Kinan harus berbagi tempat dengan berapa perempuan untuk duduk manis di ... hati Mas Satrya?" (hal 394)

[CLOSING]

Astaga! Beneran deh, kalo ada orang yang bilang jangan ketawa nanti malah nangis, itu benar adanya. Inget banget, sepanjang perjalanan pulang masih cekikikan baca usahanya Radhi ke cewek gopekan. Sekarang, abis lap air mata sambil mikir mau PO sekuelnya. Trus makin sedih gara-gara belum ada PO yang bisa diorder.

Sama seperti SKdPL, tulisan ini kaya sekali. Spesialnya, Satu Ruang ini memang udah booking dan bayar tunai harga sewa di hati seumur hidup karena kisahnya tentang gagal move on.

Kalau ditanya aku team siapa? Sumpah, nggak punya jawaban. Mau nge-ship siapa juga kayaknya galau. Empat tokohnya rada dong-dong menentukan hati. Terlalu takut melangkah menuju masa depan. *ngambil kaca trus ngomong sama diri sendiri*

If you want to enjoy story about life, friendship, people, family, relationship, feelings, good laugh, memory, and love, so this book is DEFINATELY for you.

Friday, September 15, 2017

[REVIEW] Secangkir Kopi dan Pencakar Langit by Aqessa Aninda

September 15, 2017 0 Comments
[BOOK INFO]
Judul: Secangkir Kopi dan Pencakar Langit
Pengarang: Aqessa Aninda
Genre: Chicklit
Reading periode: 26 - 28 June 2017
Ratings: 🌟🌟🌟🌟
[REVIEW]
 Sebagai awalnya, cuma pengen share kalau saya nangis pas baca kata-kata Ghilman ke ayah Athaya. It's just beautiful and well said. Lelaki sejati banget walaupun awalnya saya ngerasa 'ih' banget sama Ghilman. He he he!

Nggak nyesel banget menambahkan buku ini ke koleksi saya.


Pada bab-bab awal, saya sempat merasa bosan karena fokusnya nggak jelas, terlalu banyak cowok-cowok bermulut jahil yang somplak banget kelakukannya. Saat udah masuk konflik, saya nggak bisa berhenti baca.


Semua rasa lengkap. Ada lucu, sedih, marah, sakit hati, tanggung jawab, polos, bodoh, gagal move on, dsb. You name it, this book has it.


[QUOTES]
Because a funny, smart, humble, and messy guy is the new definition of coolness. (hal 24)
 Art doesn't have to look nice, art supposed to make you feel 'something'. (hal 73)
Mungkin kalau dulu waktu remaja gue nggak baca buku, gue nggak ngerti cara bersyukur yang benar, nggak paham tentang mimpi dan cita-cita. (hal 73)
Apakah dicintai duluan lebih baik daripada mencintai tetapi menunggu? (hal 212)
Because once you love someone so much, so much it hurts. (hal 236)
When bad time comes, aku ingin suamiku menatap aku seperti kamu menatap Alisha. (hal 274)
Gimana aku belajar mencintai kamu kalau kamu masih cinta sama orang lain? (hal 275)
We need to stop hurting each other before it goes deeper. (hal 276)