Instagram Posts

Monday, October 2, 2017

[REVIEW] Stilettale by LM Cendana


[BOOK INFO]
Judul:Stilettale
Pengarang: LM Cendana
Penerbit:Inari
Genre: Chicklit
Tebal: 380 halaman
Periode baca: 1 Oktober 2017
Ratings: 🌟🌟🌟🌟

[BLURB]

Dilara Niranjana: "Iya. Aku ngajakin kamu nikah."
Erlangga Tunggadewa: "Biarpun kamu mau aja aku suruh kayang di atas monas, aku nggak mau nikah sama kamu."

Keduanya memutuskan menikah karena sebuah kesepakatan. Anggap saja ini kesepakatan kerja.

Dilara akan mendapatkan suami, demi menyenangkan eyang putrinya yang sudah sakit-sakitan. Ditambah, ini bisa mengalihkan perhatian media dari kasus yang sedang diderita Stilettale, perusahaan mode miliknya.

Sedangkan Erlangga, sebagai pemilik Tunggadewa Grup, dia menginginkan tanah milik Dilara untuk proyek perumahan elite-nya.

Namun kehidupan 'kesepakatan kerja' mereka tak berjalan semulus itu.

[REVIEW] 
"Ada sebagian lelaki yang tidak menjadikan penampilan perempuan sebagai ukuran nilai. Bila Anda menyangkal bahwa Anda tidak tergiur melihat kemolekan tubuh perempuan, intinya Anda seorang gay. Have a good day, Sir." (hal 32)

Dilara, seorang wanita dewasa sekaligus pemilik rumah mode berlabel Stilettale, memiliki lidah yang tajam, lebih tajam dari golok si Pitung (emang Pitung pake golok?)

Sebagai pemilik rumah mode sukses, dia memang disegani, ditambah dengan mulutnya ceplas-ceplos, membuat karyawannya rajin menyelamatkan diri dengan menebar senyum palsu dan membicarakannya di belakang. Dilara juga anti dengan hubungan lelaki dan perempuan.

Namun, Widya, eyang tersayangnya, menginginkan Dilara menikah. Supaya ada yang bisa menjaganya kelak ketika Widya meninggalkan dunia fana.

Lalu bertemulah dia dengan Erlangga. Lelaki pewaris perusahaan properti Tunggadewa yang menginginkan tanah milik keluarga Dilara. Tanpa permintaan menyebalkan untuk menjual tanah pada Erlangga, Dilara memang tidak berniat mengenal lelaki itu lebih jauh.

Namun, memburuknya kondisi Widya membuat Dilara meminta tolong pada Erlangga.

By the way, aku sebel banget sama Dilara. Meskipun nasibnya kurang baik dan maksud tingkahnya kadang mulia, aku merasa dia terlalu sombong dan angkuh. Erlangga juga sama, tapi Erlangga masih lebih manusiawi, bisa bercanda santai. Si Dilara ini ... God, bener kata Erlangga sih,

"Eh, tapi lelaki mana yang mau ngajakin jalan perempuan judes sepertimu?" (hal 106)

Dilara meminta Erlangga untuk menikah dengannya demi menyenangkan dan menyelamatkan kondisi Eyang Widya. Meskipun sempat menolak, ternyata Erlangga mengiyakan demi tercapainya ayahnya yang tertunda.

"Biar skenarionya lebih bagus dan rating-nya tinggi. Nanti pura-pura kaget, terus nangis haru." (hal 114)

Erlangga menyusun skenarionya sendiri tanpa Dilara dan menyiapkan acara lamaran di tengah salah satu pesta. Sandiwara mereka terbilang cukup berhasil menutupi kasus yang sedang menimpa Stilettale, dan juga membahagiakan Eyang Widya.

Ternyata pernikahannya dengan Erlangga bukanlah akhir yang damai, melainkan awal kekisruhan yang tak terduga oleh Dilara.
 
"Kamu bawa sendiri koper-koper di dalam bagasi. Jangan terbiasa bergantung pada orang lain." (hal 178)

Saat pindah ke rumah Erlangga, Dilara dikejutkan dengan kehadiran Bude Kanthi. Seorang wanita paruh baya yang tergila-gila dengan KBBI, ngomong aja perlu pakai tatanan bahasa yang baik dan benar. Dia juga tidak segan mengoreksi Dilara jika salah. Pengen adopsi Bude Kanthi untuk editi naskah deh! Ha ha ha.

Bude Kanthi hanyalah awal dari perjalanan rumah tangga palsu antara Dilara dan Erlangga. Dilara masuk lebih dalam ke dunia Erlangga dan mencoba memahami situasi lelaki itu. Erlangga pun diam-diam menumbuhkan rasa pada Dilara yang selalu disangkalnya di depan siapa pun, termasuk ayahnya sendiri.

Perjalanan kisah mereka jadi tidak biasa.

Silakan adopsi buku ini dari toko buku kesayangan kalian. Aku jamin, kalian tidak akan menyesal!

[CLOSING]
Selain cover, aku memang tertarik pada cerita bertema mainstream seperti ini, menikah karena kesepakatan dan berakhir saling jatuh cinta. Di awal-awal membaca terasa seperti memutar ulang film The Devil Wears Prada yang disorot dari sisi si Bos. Jujur saja, sampai habis membaca, sosok Dilara tidak berhasil mendapat simpatiku. Sorry, Di, you're just too cruel to be true!

Aku sedikit cemas ketika bagian-bagian awal, mengingat ini kok mirip sama film itu. Tapi setelah melewati sepertiga buku, tiba-tiba menjadi candu dan tidak bisa berhenti membaca sampai habis.

Sejauh mata memandang pun tidak ada typo! Yay! Senangnya! Hanya saja jenis font yang dipilih agak bikin pusing, terutama kalo dimiringkan. Aku tuh kenapa sih, nggak puas banget kalo nggak ada yang dikomplainin! Ha ha ha!

Karakter utamanya cukup kuat. Hanya saja aku nggak paham kenapa para tokohnya saling suka menyukai. Yes, menyukai seseorang tidak butuh alasan. Itu kan tokohnya tau, tapi pembaca harusnya melihat alasan di baliknya. Aku cuma tahu kenapa Dilara bisa suka sama teman virtualnya, itu pun karena Dilara sukanya pas waktu jaman-jaman sekolah. Setelah dewasa, aku tidak mengerti alasan dia akhirnya jatuh cinta. Mungkin aku yang kurang teliti menyerap cerita.

Anyway, this book is good. Selain menambah warna di rak buku, isinya pun menghibur hati!

No comments:

Post a Comment