[BOOK INFO] Judul: Mata Ketiga Pengarang: Muhajjah Saratini Penerbit: Loka Media Genre: Umum Halaman: 76 Periode baca: 14 Nov 2017 Ratings: 🌟🌟🌟 |
Kurasa, mandi setelah melakukan percintaan bukan hanya untuk menghilangkan penat dan sisa keringat yang sudah melekat. Utamanya, justru untuk membasuh perasaan muak. Itu yang kupikir ketika lagi-lagi terbangun dan mendapat Gadis sesegukan--kadang hanya terisak--sementara tubuhku terbuka lebar, menerima air yang terus menerus mengucur dari atas sana.
Kalau memang yang dilakukan Gadis dan Ari berdasarkan cinta, lalu kenapa dia lebih sering kutemukan menangis seperti ini?
Memangnya, ada berapa jenis cinta antara manusia?
Aku tidak mengerti.
Belum.
[REVIEW]
"Perlahan, tangan yang menutupiku tak ada lagi. Lalu terdengar lenguhan. Pelan, lirih." (hal 21)
Sebuah kisah unik tentang 'aku' yang merupakan orang ketiga di dalam hidup Gadis. Kisah dibuka dengan pertemuan 'aku' pertama kali dengan Ari. Seseorang yang datang ke kos Gadis suatu hari, dan hari-hari ke depannya. 'Aku' juga menjadi sebuah saksi dalam hubungan Gadis dan Ari, juga antara Gadis dan Ayah-nya.
"Perempuan harus bisa menjaga diri, Dis. Menjaga kehormatan dirinya dan orang tuanya." (hal 23)
Awalnya, Ayah tidak setuju Gadis ngekos. Namun, karena keadaan mendesak, Ayah tidak punya pilihan selain mengizinkannya, demi kebaikan Gadis.
Ayah kelewat posesif karena memang dia punya masa lalu yang membuatnya begitu. Menjaga keluarga yang dia bangun tidaklah mudah. Makanya, dia tidak mau Gadis mengalami hal yang sama.
Hubungan Gadis dan Ari, makin lama makin aneh. Mereka sering bertengkar dan Ari mulai menggunakan kekerasan pada Gadis.
Suatu hari, Gadis terpaksa berbohong pada Ayah karena dia tidak bisa pulang akibat lebam di mata kiri, hadiah bertengkar dengan Ari. Dari situlah, semua hal tentang Gadis terbuka satu per satu.
Rahasia itu menghancurkan Gadis dan juga Ayah sampai pada satu titik bahwa semuanya harus diakhiri. 'Aku' yang menjadi saksi semuanya ini harus menerima kenyataan aneh yang mungkin 'aku' tidak akan pernah memahami. 'Aku' hanya bisa menerima, kadang begitu sulit mengerti.
"Tidak bisa, Ayah tidak bisa membiarkan orang-orang lain di
luar sana mengalami hal serupa dengan Ayah. Karena itulah Ayah melakukan
hal ini. Kau mengerti, 'kan?" (hal 76)
[CLOSING]
Aku suka buku ini! Kecil-kecil cabe rawit. Menyimpan begitu banyak rahasia yang secara elok disingkap satu per satu. Seperti cabe, kecil tapi pedas, meninggalkan begitu banyak sensasi rasa. Sejenak ingin dipadamkan, tetapi rasanya mencandu. Analoginya sama banget seperti saat aku membaca buku ini.
Untuk buku berkategori novelet, alurnya sangat pas. Tidak terasa terlalu cepat. Untuk karakter, tentu saja karakter Gadis dan Ayah yang paling menonjol. Aku bahkan bisa bilang kalau buku ini menceritakan tentang sekelumit hidup Ayah dengan Gadis di dalamnya.
Begitu banyak kejutan di dalam buku ini yang membuat aku tercengang-cengang kagum, sekaligus merinding. Bukan horor, atau thriller sih, cuma membuat bulu kuduk berdiri memikirkan bagaimana reaksi manusia terhadap sesuatu itu begitu bervariasi dan bisa jadi begitu dasyat.
Buku ini berlabel dewasa. Nggak, bukan karena ada adegan vulgar. Tapi konfliknya memang perlu pemikiran dewasa untuk memahaminya. Banyak hal yang bisa disalahartikan untuk kamu yang masih di bawah umur.
Buku ini bisa dibaca dalam sekali duduk, nggak memakan waktu lama juga. Tapi, hati-hati, efeknya permanen! Ini bukan sekedar cerita yang bisa begitu saja kamu lupakan dengan cepat.
No comments:
Post a Comment